Rabu, 16 November 2011

Radikalisme Modern

Radikalisasi Marak Karena Remaja Enggan Mengaji Al-Quran

Bogor (Pinmas)-- Kian maraknya fenomena radikalisasi pemikiran dan gerakan agama serta fenomena dekadensi moral dan karakter bangsa saat ini, karena masyarakat muslim terutama anak-anak dan remaja mulai enggan mengaji dan mengkaji Al Quran di masjid, mushola atau surau.
Hal itu dikemukakan Menteri Agama Suryadharma Ali dalam sambutan tertulis yang dibacakan Kabalitbang dan Diklat Kementerian Agama Abdul Jamil pada HUT ke-3 Lembaga Percetakan Al Quran (LPQ) di Ciawi, Bogor, Jawa Barat, Selasa (15/11).
Menag Suryadharma Ali berharap, LPQ terus melakukan terobosan dan kemitraan dengan berbagai pihak dalam upaya memenuhi kebutuhan mushaf Al Quran yang merata dan terjangkau ke seluruh lapisan masyarakat Muslim seantero nusantara.
"Dengan meningkatnya kebutuhan dan kepemilikan Al Quran di kalangan umat Islam, saya meyakini hal itu akan berdampak positif terhadap meningkatnya pemahaman umat terhadap ajaran Islam. Dan ini saya kira akan sangat positif untuk mengantisipasi maraknya fenomena kekerasan dan radikalisasi agama akhir-akhir ini," paparnya.
Untuk itu diharapkan LPQ dapat meningkatkan mutu dan produktivitas pencetakan Al Quran yang mampu memenuhi kebutuhan mushaf Al Quran kepada seluruh lapisan masyarakat Muslim di tanah air dengan harga yang terjangkau atau di bawah harga pasar.
Menurut data Kemenag, dengan jumlah umat Islam di Indonesia sekitar 180 juta jiwa, maka kebutuhan mushaf Al Quran mencapai sedikitnya 36 juta eksemplar dengan asumsi setiap kepala keluarga diharapkan mempunyai minimal satu mushaf. "Hal ini merupakan salah satu tantangan besar yang harus dijawab oleh LPQ ke depan."
Menag mengatakan, HUT ke-3 LPQ merupakan momentum bagi lembaga ini untuk meneguhkan dan memperkuat komitmen dalam pemberantasan buta huruf Al Quran di kalangan umat Islam terutama para anak-anak dan remaja. "Saya berpendapat bahwa pengertian buta huruf Al Quran tidak hanya terbatas pada buta baca tulis Al Quran, melainkan juga dalam pengertian buta isi atau kandungan Al Quran," paparnya.
Untuk menjamin mutu pencetakan Al Quran dan menghindari kesalahan cetak, Menag berharap LPQ bekerjasama dengan Lajnah Pentashih Al Quran terus meningkatkan standar mutu tinggi dan pengawasan yang ketat, sehingga LPQ menjadi lembaga yang amanah dan kredibel serta menjadi rujukan utama dalam pengembangan pencetakan Al Quran tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia muslim lainnya.
Direktur LPQ, Samidin Nashir mengatakan untuk menjadi lembaga penerbitan dan pencetakan Al Quran yang dibanggakan umat Islam Indonesia tentu masih memerlukan perjuangan dan kerja keras. "Sebenarnya kapasitas yang kami miliki dalam satu tahun bisa mencetak 1 juta eksemplar. Namun karena terterbatasan SDM, dalam tiga tahun ini kami baru mencetak Al Quran sebanyak 1.850.000 eksemplar," ucap Samidin.
Namun demikian lanjut dia, LPQ senantiasa menjaga mutu sehingga para klien merasa puas dengan jasa cetak yang diberikan. Selain dari jajaran Kemenag, tercatat beberapa pihak telah memanfaatkan jasa cetak LPQ antara lain Pemerintah provinsi Banten, mencetak mushaf Al Quran Al Bantani dengan total order 109.000 eksemplar, Pemerintah Kabupaten Lombok Timur 10 ribu eksemplar, Kraton Yogyakarta 5.000 eksemplar mushaf Al Quran Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat dan yang lainnya.(ks)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar